RSS

Aswaja, Indonesia dan NU

Rabat, NU Online
Tepat sehari selepas 12 Rabiul Awal atau bertepatan dengan 6 Februari
waktu setempat, PCINU Maroko mengadakan seminar dalam memperingati
Harlah NU ke -86 dan Maulid Nabi Muhammad SAW. Bertempat di Rabat.

Hadir dalam acara tersebut warga Nahdiyyin dan para pelajar Indonesia
di Maroko. sedang untuk pembicara, PCINU berkehormatan mengundang para
Kiai Muda yang sedang mengikuti short course di Negara seribu Benteng.

Tema "Aswaja, Indonesia dan NU " ini di plih sebagai ajang sharing
pengalaman antara Para Kiai Muda dan para audiens yang berada di
Maroko, seputar kiat-kiat bermasyarakat, dan berorganisasi dengan
membawa lebel NU.

Acara di mulai dengan pembacaan ayat suci Al-Qur'an dilanjutkan dengan
sambutan dari Ketua Tanfidziyah PCINU Maroko periode 2011-2012 Muannif
Ridwan. Dalam sambutannya ia Berterima kasih atas partisipasi dan
bantuan dari berbagai pihak atas terselenggaranya acara tersebut.

Acara seminar di buka oleh pemaparan narasumber pertama KH Muhammad
Hidayat yang mewannti-wanti akan tiga hambatan utama dalam berdakwah
dengan mazhab NU, "Wahabisme, inkarussunnah, dan Liberalisme merupakan
tantangan utama kita" ujarnya. "Namun bukan berarti kita harus menutup
diri dalam pergaulan bermasyarakat, karena tasammuh dalam perbedaan
pendapat merupakan prinsip dasar NU," lanjut pengasuh pesantren
At-Tibyan Depok ini.

Pembicara kedua KH Musaffa, Pimpinan dan Dosen Ma'had Aly Pesantren
Al-Fitroh, Surabaya menginformasikan tentang penelitian MUI Jawa
Timur, bahwa "Ada dua bola api yang musytasyriqin (orientalis)
lontarkan di kutub berseberangan yang seolah menjadi bom waktu bagi
perpecahan Islam. Dua bola api itu radikalisme dan liberalisme".

Sedang pembicara terakhir KH Anas Rifai, pengasuh pesantren
As-Shidiqiyah VIII, Palembang, Sumsel) menyinggung kebanyakan dari
kita yang masih bagai katak dalam tempurung

"Hilangkanlah kejumudan kita. Jangan bagai orang yang membangun
benteng namun takut melihat apa yang diluar"

Terakhir acara ditutup dengan pembacaan doa dan Shalawat yang di
pimpin KH Rizki Zulqarnain menantu KH Saifudin Amsir.

Read more......
Read User's Comments(0)

Fatwa Asli MUI tentang Kesesatan Syi'ah

Dibawah ini adalah scan hasil fatwa MUI yang
resmi tentang Syi'ah.

Telah beredar berita yang simpang siur mengenai keputusan MUI ini,
maka untuk menghindari berita-berita yang tidak bertanggung jawab dan
mengatas namakan MUI, maka alangkah baiknya kita berpegang kepada
Fakta yang sebenarnya.

Adapun pernyataan oknum perorangan dari MUI adalah bukan fatwa resmi,
itu hanyalah pendapat pribadi oknum tersebut.

Hendaklah masyarakat tidak tertipu dengan pernyataan oknum tersebut.

Untuk lebih jelasnya agar melihat pada halaman 46-47 pada buku
HIMPUNAN FATWA MUI Sejak 1975.

Silahkan download fatwa- fatwa MUI pada link berikut;

http://www.mui.or.id/index.php?option=com_docman&Itemid=73

Klik link di bawah untuk melihat scan Fatwa MUI
<img src="http://3.bp.blogspot.com/-GRYVlGhbzog/TwDxyCxc-jI/AAAAAAAAAGw/VjCwYNQAlPo/s1600/Scan10048.JPG"
alt="Sharek" />

<img src=http://3.bp.blogspot.com/-NsbW-1e95wE/TwD0hmEpHBI/AAAAAAAAAG8/75eOeD_uKjQ/s1600/Scan10047.JPG"
alt="Sharek" />

Link Download Fatwa MUI tentang paham Syi'ah
www.mui.or.id/index.php?option=com_docman&task=doc_details&gid=25&Itemid=73

Sejak dirilis tahun 1984 hingga saat ini, Fatwa MUI tentang kesesatan
Syi'ah itu belum pernah diamandemen apalagi dicabut. Tiba-tiba tahun
bulan Mei 2011 muncul selebaran fatwa palsu yang substansinya
menghapus fatwa resmi.

Mungkinkah fatwa palsu menghapus (menasakh) fatwa yang asli dan legal?

Hanya orang kurang waras yang menyatakan mungkin!

Allahu a'lam.

Read more......
Read User's Comments(0)

10 Jurus Penangkal Kesesatan Syi'ah Level Awam hingga Ulama

Oleh AM. Waskito

Alhamdulillahirabbil 'alamin atas segala nikmat dan karunia Allah.
Dengan segala nikmat-Nya kita senantiasa diberi petunjuk dan kekuatan
untuk meniti jalan istiqamah, alhamdulillah. Tanpa karunia dan
perlindungan Allah, kita tak ada apa-apanya.

Berikut ini adalah "10 Jurus Penangkal Kesesatan Syi'ah" yang berisi
sepuluh logika dasar untuk mematahkan akidah sesat Syi'ah.
Logika-logika ini bisa diajukan sebagai bahan diskusi ke kalangan
Syi'ah dari level awam, sampai level ulama. Setidaknya, logika ini
bisa dipakai sebagai "anti virus" untuk menangkal propaganda dai-dai
Syi'ah yang ingin menyesatkan umat Islam dari jalan yang lurus.

Kalau Anda berbicara dengan orang Syi'ah, atau ingin mengajak orang
Syi'ah bertaubat dari kesesatan, atau diajak berdebat oleh orang
Syi'ah, atau Anda mulai dipengaruhi dai-dai Syi'ah; coba kemukakan 10
logika dasar di bawah ini. Tentu saja, kemukakan satu per satu. Insya
Allah, kaum Syi'ah akan kesulitan menjawab logika-logika ini, sehingga
kemudian kita bisa membuktikan, bahwa ajaran mereka sesat dan tidak
boleh diikuti.

JURUS 1: "NABI DAN AHLUL BAIT"

Tanyakan kepada orang Syi'ah: "Apakah Anda mencintai dan memuliakan
Ahlul Bait Nabi?" Dia pasti akan menjawab: "Ya! Bahkan mencintai Ahlul
Bait merupakan pokok-pokok akidah kami." Kemudian tanyakan lagi:
"Benarkah Anda sungguh-sungguh mencintai Ahlul Bait Nabi?" Dia tentu
akan menjawab: "Ya, demi Allah!"

...Kalau Syi'ah benar-benar mencintai Ahlul Bait, seharusnya
mereka lebih mendahulukan Sunnah Nabi, bukan sunnah dari Ahlul Bait
beliau...

Lalu katakan kepada dia: "Ahlul Bait Nabi adalah anggota keluarga
Nabi. Kalau orang Syi'ah mengaku sangat mencintai Ahlul Bait Nabi,
seharusnya mereka lebih mencintai sosok Nabi sendiri? Bukankah sosok
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam lebih utama daripada Ahlul
Bait-nya? Mengapa kaum Syi'ah sering membawa-bawa nama Ahlul Bait,
tetapi kemudian melupakan Nabi?"
Faktanya, ajaran Syi'ah sangat didominasi oleh perkataan-perkataan
yang katanya bersumber dari Fathimah, Ali, Hasan, Husein, dan anak
keturunan mereka. Kalau Syi'ah benar-benar mencintai Ahlul Bait,
seharusnya mereka lebih mendahulukan Sunnah Nabi, bukan sunnah dari
Ahlul Bait beliau. Syi'ah memuliakan Ahlul Bait karena mereka memiliki
hubungan dekat dengan Nabi. Kenyataan ini kalau digambarkan seperti:
"Lebih memilih kulit rambutan daripada daging buahnya."

JURUS 2: "AHLUL BAIT DAN ISTERI NABI"

Tanyakan kepada orang Syi'ah: "Siapa saja yang termasuk golongan Ahlul
Bait Nabi?" Nanti dia akan menjawab: "Ahlul Bait Nabi adalah Fathimah,
Ali, Hasan, Husein, dan anak-cucu mereka." Lalu tanyakan lagi:
"Bagaimana dengan isteri-isteri Nabi seperti Khadijah, Saudah, Aisyah,
Hafshah, Zainab, Ummu Salamah, dan lain-lain? Mereka termasuk Ahlul
Bait atau bukan?" Dia akan mengemukakan dalil, bahwa Ahlul Bait Nabi
hanyalah Fathimah, Ali, Hasan, Husein, dan anak-cucu mereka.

...Bagaimana bisa cucu-cucu Ali yang tidak pernah melihat
Rasulullah dimasukkan Ahlul Bait, sementara istri-istri yang biasa
tidur seranjang bersama Nabi tidak dianggap Ahlul Bait?...

Kemudian tanyakan kepada orang itu: "Bagaimana bisa Anda memasukkan
keponakan Nabi (Ali) sebagai bagian dari Ahlul Bait, sementara
istri-istri Nabi tidak dianggap Ahlul Bait? Bagaimana bisa cucu-cucu
Ali yang tidak pernah melihat Rasulullah dimasukkan Ahlul Bait,
sementara istri-istri yang biasa tidur seranjang bersama Nabi tidak
dianggap Ahlul Bait? Bagaimana bisa Fathimah lahir ke dunia, jika
tidak melalui istri Nabi, yaitu Khadijah Radhiyallahu 'Anha? Bagaimana
bisa Hasan dan Husein lahir ke dunia, kalau tidak melalui istri Ali,
yaitu Fathimah? Tanpa keberadaan para istri shalihah ini, tidak akan
ada yang disebut Ahlul Bait Nabi."

Faktanya, dalam Surat Al Ahzab ayat 33 disebutkan: "Innama yuridullahu
li yudzhiba 'ankumul rijsa ahlal baiti wa yuthah-hirakum that-hira"
(bahwasanya Allah menginginkan menghilangkan dosa dari kalian, para
ahlul bait, dan menyucikan kalian sesuci-sucinya). Dalam ayat ini
istri-istri Nabi masuk kategori Ahlul Bait, menurut Allah Subhanahu Wa
Ta'ala. Bahkan selama hidupnya, mereka mendapat sebutan Ummul Mu'minin
(ibunda orang-orang Mukmin) Radhiyallahu 'Anhunna.

JURUS 3: "ISLAM DAN SAHABAT"

Tanyakan kepada orang Syi'ah: "Apakah Anda beragama Islam?" Maka dia
akan menjawab dengan penuh keyakinan: "Tentu saja, kami adalah Islam.
Kami ini Muslim." Lalu tanyakan lagi ke dia: "Bagaimana cara Islam
sampai Anda, sehingga Anda menjadi seorang Muslim?" Maka orang itu
akan menerangkan tentang silsilah dakwah Islam. Dimulai dari
Rasulullah, lalu para Shahabatnya, lalu dilanjutkan para Tabi'in dan
Tabi'ut Tabi'in, lalu dilanjutkan para ulama Salafus Shalih, lalu
disebarkan oleh para dai ke seluruh dunia, hingga sampai kepada kita
di Indonesia."

Kemudian tanyakan ke dia: "Jika Anda mempercayai silsilah dakwah
Islam itu, mengapa Anda sangat membenci para Shahabat, mengutuk
mereka, atau menghina mereka secara keji? Bukankah Anda mengaku Islam,
sedangkan Islam diturunkan kepada kita melewati tangan para Shahabat
itu. Tidak mungkin kita menjadi Muslim, tanpa peranan Shahabat. Jika
demikian, mengapa orang Syi'ah suka mengutuk, melaknat, dan
mencaci-maki para Shahabat?"

...Kaum Syi'ah mencaci-maki para Shahabat dengan sangat keji.
Tetapi mereka masih mengaku sebagai Muslim. Kalau memang benci
Shahabat, seharusnya mereka tidak lagi memakai label Muslim...

Faktanya, kaum Syi'ah sangat membingungkan. Mereka mencaci-maki para
Shahabat Radhiyallahu 'Anhum dengan sangat keji. Tetapi di sisi lain,
mereka masih mengaku sebagai Muslim. Kalau memang benci Shahabat,
seharusnya mereka tidak lagi memakai label Muslim. Sebuah adagium
yang harus selalu diingat: "Tidak ada Islam, tanpa peranan para
Shahabat!"

JURUS 4: "SEPUTAR IMAM SYI'AH"

Tanyakan kepada orang Syi'ah: "Apakah Anda meyakini adanya imam dalam
agama?" Dia pasti akan menjawab: "Ya! Bahkan imamah menjadi salah satu
rukun keimanan kami." Lalu tanyakan lagi: "Siapa saja imam-imam yang
Anda yakini sebagai panutan dalam agama?" Maka mereka akan menyebutkan
nama-nama 12 imam Syi'ah. Ada juga yang menyebut 7 nama imam (versi
Ja'fariyyah).

Lalu tanyakan kepada orang Syi'ah itu: "Mengapa dari ke-12 imam Syi'ah
itu tidak tercantum nama Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi'i, dan
Imam Hanbali? Mengapa nama empat imam itu tidak masuk dalam deretan 12
imam Syi'ah? Apakah orang Syi'ah meragukan keilmuan empat imam mazhab
tersebut? Apakah ilmu dan ketakwaan empat imam mazhab tidak sepadan
dengan 12 imam Syi'ah?"

...Mengapa dari ke-12 imam Syi'ah itu tidak tercantum nama Imam
Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi'i, dan Imam Hanbali?...

Faktanya, kaum Syi'ah tidak mengakui empat imam madzhab sebagai bagian
dari imam-imam mereka. Kaum Syi'ah memiliki silsilah keimaman sendiri.
Terkenal dengan sebutan "Imam 12" atau Imamah Itsna Asyari. Hal ini
merupakan bukti besar, bahwa Syi'ah bukan Ahlus Sunnah. Semua Ahlus
Sunnah di muka bumi sudah sepakat tentang keimaman empat Imam
tersebut. Para ahli ilmu sudah mafhum, jika disebut Al Imam Al
Arba'ah, maka yang dimaksud adalah empat imam mazhab rahimahumullah.

JURUS 5: "ALLAH DAN IMAM SYI'AH"

Tanyakan kepada orang Syi'ah: "Siapa yang lebih Anda taati, Allah
Ta'ala atau imam Syi'ah?" Tentu dia akan menjawab: "Jelas kami lebih
taat kepada Allah." Lalu tanyakan lagi: "Mengapa Anda lebih taat
kepada Allah?" Mungkin dia akan menjawab: "Allah adalah Tuhan kita,
juga Tuhan imam-imam kita. Maka sudah sepantasnya kita mengabdi kepada
Allah yang telah menciptakan imam-imam itu."

...sikap ideologis kaum Syi'ah lebih dekat kemusyrikan karena
lebih mengutamakan pendapat imam-imam Syi'ah daripada ayat-ayat
Allah...

Kemudian tanyakan ke orang itu: "Mengapa dalam kehidupan orang Syi'ah,
dalam kitab-kitab Syi'ah, dalam pengajian-pengajian Syi'ah; mengapa
Anda lebih sering mengutip pendapat imam-imam daripada pendapat Allah
(dari Al Qur'an)? Mengapa orang Syi'ah jarang mengutip dalil-dalil
dari Kitab Allah? Mengapa orang Syi'ah lebih mengutamakan perkataan
imam melebihi Al Qur'an?"

Faktanya, sikap ideologis kaum Syi'ah lebih dekat ke kemusyrikan,
karena mereka lebih mengutamakan pendapat manusia (imam-imam Syi'ah)
daripada ayat-ayat Allah. Padahal dalam Surat An Nisaa' ayat 59
disebutkan, jika terjadi satu saja perselisihan, kembalikan kepada
Allah dan Rasul-Nya. Itulah sikap Islami, bukan melebihkan pendapat
imam di atas perkataan Allah.

JURUS 6: "ALI DAN JABATAN KHALIFAH"

Tanyakan kepada orang Syi'ah: "Menurut Anda, siapa yang lebih berhak
mewarisi jabatan Khalifah setelah Rasulullah wafat?" Dia pasti akan
menjawab: "Ali bin Abi Thalib lebih berhak menjadi Khalifah." Lalu
tanyakan lagi: "Mengapa bukan Abu Bakar, Umar, dan Ustman?" Maka
kemungkinan dia akan menjawab lagi: "Menurut riwayat saat peristiwa
Ghadir Khum, Rasulullah mengatakan bahwa Ali adalah pewaris sah
Kekhalifahan."

...Mengapa ketika sudah menjadi Khalifah, Ali tidak pernah
menghujat Khalifah Abu Bakar, Umar, dan Utsman, padahal dia memiliki
kekuasaan?...

Kemudian katakan kepada orang Syi'ah itu: "Jika memang Ali bin Abi
Thalib paling berhak atas jabatan Khalifah, mengapa selama hidupnya
beliau tidak pernah menggugat kepemimpinan Khalifah Abu Bakar,
Khalifah Umar, dan Khalifah Utsman? Mengapa beliau tidak pernah
menggalang kekuatan untuk merebut jabatan Khalifah? Mengapa ketika
sudah menjadi Khalifah, Ali tidak pernah menghujat Khalifah Abu Bakar,
Umar, dan Utsman, padahal dia memiliki kekuasaan? Kalau menggugat
jabatan Khalifah merupakan kebenaran, tentu Ali bin Abi Thalib akan
menjadi orang pertama yang melakukan hal itu."

Faktanya, sosok Husein bin Ali Radhiyallahu 'Anhuma berani menggugat
kepemimpinan Dinasti Umayyah di masa Yazid bin Muawiyah, sehingga
kemudian terjadi Peristiwa Karbala. Kalau putra Ali berani
memperjuangkan apa yang diyakininya benar, tentu Ali radhiyallahu
'anhu lebih berani melakukan hal itu.

JURUS 7: "ALI DAN HUSEIN"

Tanyakan ke orang Syi'ah: "Menurut Anda, mana yang lebih utama, Ali
atau Husein?" Maka dia akan menjawab: "Tentu saja Ali bin Abi Thalib
lebih utama. Ali adalah ayah Husein, dia lebih dulu masuk Islam,
terlibat dalam banyak perang di zaman Nabi, juga pernah menjadi
Khalifah yang memimpin Ummat Islam." Atau bisa saja, ada pendapat di
kalangan Syi'ah bahwa kedudukan Ali sama tingginya dengan Husein.

Kemudian tanyakan ke dia: "Jika Ali memang dianggap lebih mulia,
mengapa kaum Syi'ah membuat peringatan khusus untuk mengenang kematian
Husein saat Hari Asyura pada setiap tanggal 10 Muharram? Mengapa
mereka tidak membuat peringatan yang lebih megah untuk memperingati
kematian Ali bin Abi Thalib? Bukankah Ali juga mati syahid di tangan
manusia durjana? Bahkan beliau wafat saat mengemban tugas sebagai
Khalifah."

Faktanya, peringatan Hari Asyura sudah seperti "Idul Fithri" bagi kaum
Syi'ah. Hal itu untuk memperingati kematian Husein bin Ali. Kalau
orang Syi'ah konsisten, seharusnya mereka memperingati kematian Ali
bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu lebih dahsyat lagi.

...Kalau orang Syi'ah konsisten, seharusnya mereka memperingati
kematian Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu lebih dahsyat lagi...

JURUS 8: "SYI'AH DAN WANITA"

Tanyakan ke orang Syi'ah: "Apakah dalam keyakinan Syi'ah diajarkan
untuk memuliakan wanita?" Dia akan menjawab tanpa keraguan: "Tentu
saja. Kami diajari memuliakan wanita, menghormati mereka, dan tidak
menzalimi hak-hak mereka?" Lalu tanyakan lagi: "Benarkah ajaran Syi'ah
memberi tempat terhormat bagi kaum wanita Muslimah?" Orang itu pasti
akan menegaskan kembali.

Kemudian katakan ke orang Syi'ah itu: "Jika Syi'ah memuliakan wanita,
mengapa mereka menghalalkan nikah mut'ah? Bukankah nikah mut'ah itu
sangat menzalimi hak-hak wanita? Dalam nikah mut'ah, seorang wanita
hanya dipandang sebagai pemuas seks belaka. Dia tidak diberi hak-hak
nafkah secara baik. Dia tidak memiliki hak mewarisi harta suami.
Bahkan kalau wanita itu hamil, dia tidak bisa menggugat suaminya jika
ikatan kontraknya sudah habis. Posisi wanita dalam ajaran Syi'ah,
lebih buruk dari posisi hewan ternak. Hewan ternak yang hamil
dipelihara baik-baik oleh para peternak. Sedangkan wanita Syi'ah yang
hamil setelah nikah mut'ah, disuruh memikul resiko sendiri."

...kaum Syi'ah tidak memberi tempat terhormat bagi kaum wanita.
Praktik nikah mut'ah marak sebagai ganti seks bebas dan pelacuran...

Faktanya, kaum Syi'ah sama sekali tidak memberi tempat terhormat bagi
kaum wanita. Hal ini berbeda sekali dengan ajaran Sunni. Di
negara-negara seperti Iran, Irak, Libanon, dll, praktik nikah mut'ah
marak sebagai ganti seks bebas dan pelacuran. Padahal esensinya sama,
yaitu menghamba seks, menindas kaum wanita, dan menyebarkan
pintu-pintu kekejian. Semua itu dilakukan atas nama agama.
Na'udzubillah wa na'udzubillah min dzalik.

JURUS 9: "SYI'AH DAN POLITIK"

Tanyakan ke orang Syi'ah: "Dalam pandangan Anda, mana yang lebih
utama, agama atau politik?" Tentu dia akan berkata: "Agama yang lebih
penting. Politik hanya bagian dari agama." Lalu tanyakan lagi:
"Bagaimana kalau politik akhirnya mendominasi ajaran agama?" Mungkin
dia akan menjawab: "Ya tidak bisa. Agama harus mendominasi politik,
bukan politik mendominasi agama."

Lalu katakan ke orang Syi'ah itu: "Kalau perkataan Anda benar, mengapa
dalam ajaran Syi'ah tidak pernah sedikit pun melepaskan diri dari
masalah hak Kekhalifahan Ali, tragedi yang menimpa Husein di Karbala,
dan kebencian mutlak kepada Muawiyah dan anak-cucunya? Mengapa hal-hal
itu sangat mendominasi akal orang Syi'ah, melebihi pentingnya urusan
akidah, ibadah, fiqih, muamalah, akhlak, tazkiyatun nafs, ilmu, dll.
yang merupakan pokok-pokok ajaran agama? Mengapa ajaran Syi'ah
menjadikan masalah dendam politik sebagai menu utama akidah mereka
melebihi keyakinan kepada Sifat-Sifat Allah?"

...Ajaran Syi'ah terjadi ketika agama dicaplok (dianeksasi) oleh
pemikiran-pemikiran politik. Akidah Syi'ah mirip dengan konsep
Holocaust Zionis internasional...

Faktanya, ajaran Syi'ah merupakan contoh telanjang ketika agama
dicaplok (dianeksasi) oleh pemikiran-pemikiran politik. Bahkan
substansi politiknya terfokus pada sikap kebencian mutlak kepada
pihak-pihak tertentu yang dianggap merampas hak-hak imam Syi'ah. Dalam
hal ini akidah Syi'ah mirip sekali dengan konsep Holocaust yang
dikembangkan Zionis internasional, dalam rangka memusuhi Nazi sampai
ke akar-akarnya. (Bukan berarti pro Nazi, tetapi disana ada sisi-sisi
kesamaan pemikiran).

JURUS 10: "SYI'AH DAN SUNNI"

Tanyakan kepada orang Syi'ah: "Mengapa kaum Syi'ah sangat memusuhi
kaum Sunni? Mengapa kebencian kaum Syi'ah kepada Sunni, melebihi
kebencian mereka kepada orang kafir (non Muslim)?" Dia tentu akan
menjawab: "Tidak, tidak. Kami bersaudara dengan orang Sunni. Kami
mencintai mereka dalam rangka Ukhuwah Islamiyah. Kita semua
bersaudara, karena kita sama-sama mengerjakan Shalat menghadap Kiblat
di Makkah. Kita ini sama-sama Ahlul Qiblat."

Kemudian katakan ke dia: "Kalau Syi'ah benar-benar mau ukhuwah, mau
bersaudara, mau bersatu dengan Sunni; mengapa mereka menyerang
tokoh-tokoh panutan Ahlus Sunnah, seperti Khalifah Abu Bakar, Khalifah
Umar, Khalifah Utsman, istri-istri Nabi (khususnya Aisyah dan
Hafshah), Abu Hurairah, Zubair, Thalhah, dan lain-lain? Mencela,
memaki, menghina, atau mengutuk tokoh-tokoh itu sama saja dengan
memusuhi kaum Sunni. Tidak pernah ada ukhuwah atau perdamaian antara
Sunni dan Syi'ah, sebelum Syi'ah berhenti menista para Shahabat Nabi,
selaku panutan kaum Sunni."

...Kalau Syi'ah benar-benar mau bersaudara dengan Sunni, mengapa
mereka menyerang tokoh panutan Ahlus Sunnah, seperti Khalifah Abu
Bakar, Khalifah Umar, Khalifah Utsman dan istri-istri Nabi?...

Fakta yang perlu disebut, banyak terjadi pembunuhan, pengusiran, dan
kezaliman terhadap kaum Sunni di Iran, Irak, Suriah, Yaman, Libanon,
Pakistan, Afghanistan, dll. Hal itu menjadi bukti besar bahwa Syi'ah
sangat memusuhi kaum Sunni. Hingga anak-anak Muslim asal Palestina
yang mengungsi di Irak, mereka pun tidak luput dibunuhi kaum Syi'ah.

Hal ini pula yang membuat Syaikh Qaradhawi berubah pikiran tentang
Syi'ah. Jika semula beliau bersikap lunak, akhirnya mengakui bahwa
perbedaan antara Sunni dan Syi'ah sangat sulit disatukan.

Demikianlah "10 Jurus Dasar Penangkal Kesesatan Syi'ah" yang bisa kita
gunakan untuk mematahkan pemikiran-pemikiran kaum Syi'ah. Insya Allah
tulisan ini bisa dimanfaatkan untuk secara praktis melindungi diri,
keluarga, dan umat Islam dari propaganda-propaganda Syi'ah. Wallahu
a'lam bis-shawaab. []

Read more......
Read User's Comments(0)

MUI Sampang Desak Pembekuan Aliran Syiah

SAMPANG- Setelah sempat menggelar pertemuan dengan jajaran Muspida
Kabupaten Sampang, pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sampang meminta
agar aliran Syiah segera dibekukan.

Himbauan pembekuan Syiah di Sampang ini, menurut Ketua MUI Sampang, KH
Bukhori Maksum, sudah disampaikan sejak mulai munculnya konflik kecil
di tengah masyarakat dari dulu. Sayang, hal tersebut tidak
ditindaklanjuti oleh pihak pemkab Sampang maupun pihak keamanan
terkait.

"Pembekuan ini sudah kami minta dari dulu. Kalau dilarang nanti
dibilang tidak ada undang-undangnya. Nah, Pembekuan seperti apa? Ya
pembekuan sebagaimana halnya aliran Ahmadiyah,", ujar KH Bukhori
Maksum di kantor MUI Sampang, sabtu (31/12/2011).

Bukhori Maksum menambahkan, pembekuan ajaran Syiah ini perlu dilakukan
guna meminimalisir atau bahkan mencegah tindak anarkis maupun konflik
horizontal di tengah umat karena berbeda aliran, yakni antara Syiah
dan Sunni. (news.okezone.com)

foto beritajatim

(nahimunkar.com)

Read more......
Read User's Comments(0)

Pengakuan Seorang Profesor Saudi atas Ajaran Wahabisme

Salah seorang guru besar dan intelektual Saudi Arabia yang benama
Prof. Khalid ad-Dakhil dalam sebuah penelitian yang menggunakan
keturunan keluarga Saudi dan ideologi Wahabisme sebagai obyek
penelitiannya untuk menetapkan bahwa kekuasaan tanpa batas waktu dan
yang berjalan secara turun temurun dari keluarga Saud itu pada awalnya
memiliki tujuan politis, memisahkan diri dari kekhalifahan Usmani yang
Ahlusunah.

Profesor yang lahir dan dibesarkan di Saudi Arabia itu menyatakan
bahwa para mufti Wahaby-lah yang memiliki peran penting dan utama
dalam mengontrol segala sesuatunya, termasuk berkaitan dengan
penentuan kebijakan negara. Dengan dipengaruhi pemikiran dan ajaran
Muhammad bin Abdul Wahab (pendiri Wahabisme) yang hidup pada abad
ke-18, wahabisme terbentuk. Itulah yang menjadi penyebab terwujudnya
ekstrimisme dalam tubuh Islam. Banyak hal yang telah diharamkan oleh
mereka, hingga pelaksanaan shalat berjamaah pun diterapkan secara
paksa oleh para ulama Wahabi terhadap setiap anggota masyarakat.

Sang profesor yang dibesarkan di kalangan masyarakat Wahabi tadi
akhirnya bertanya-tanya, dari manakah gerangan asal-usulnya sehingga
Wahabisme bisa menjadi ideologi negara itu dan dari mana para ulama
tadi mendapat pengaruh begitu besar semacam itu?

Setelah menyelesaikan penelitian desertasi doktoralnya, iapun akhirnya
telah mendapat jawaban dari teka-teki pertanyaan-pertayaan tersebut.
Secara terperinci ia menjelaskan bahwa ulama-ulama tadi mendapat
pengaruh dari Muhammad bin Abdul Wahab, pendiri sekte Wahaby. Muhammad
bin Abdul Wahab seorang rohaniawan garis keras yang telah memperoleh
pengaruh besar hasil dukungan pendiri kerajaan keluarga Saudi kala itu
(Muhammad bin Saud), di permulaan berdirinya dinasti tersebut.
Persatuan antara keluarga penguasa dengan keluarga rohaniawan itu
berkelanjutan hingga kini. Dari situ akhirnya Wahabisme -yang menolak
keyakinan ajaran lain- mendapat kepercayaan untuk menyebarkan ajaran
Islam yang menyimpang tadi di berbagai sekolah-sekolah dan
masjid-masjid yang berada di wilayah Saudi Arabia. Hingga sekarang,
penguasa keluarga Saud telah menghadiahkan otoritas pengurusan
tempat-tempat suci dan bersejarah kepada para rohaniawan Wahaby
tersebut.

Prof ad-Dakhil menunjukkan pendapat barunya tentang posisi resmi
tentang gerakan wahabisme yang berakhir pada melemahnya kekuatan para
rohaniawan tadi. Beliau berpendapat bahwa Muhammad bin Abdul Wahab
dalam hal politik pun ia sangat getol sebagaimana kegetolannya dalam
menyebarkan ajaran wahabismenya. Melalui sarana pertentangan mazhab
yang bertujuan politis itulah ia memanfaatkannya untuk membentuk
sebuah negara di pusat wilayah Arab yang terbentuk dari berbagai
keamiran kecil yang saat itu dikuasai oleh kekhilafahan daulah Usmani.

Segala usaha Prof ad-Dakhil akhirnya menghasilkan beberapa artikel
yang ditulis pada bulan November dan Disember. Ini merupakan jerih
payah seorang ilmuwan Saudi dalam meneliti kembali sisi-sisi keagamaan
negaranya yang mendasari terbentuknya kerajaan Saudi Arabia.

Dengan melihat berbagai standart yang dimiliki oleh kaum muslimin
(Ahlusunah) pada saat awal berdirinya kerajaan Saudi, Muhammad bin
Abdul Wahab telah menafsirkan sendiri ajaran Islam secara radikal
(ekstrim) terkhusus dalam masalah Jihad. Jihad diartikan sebagai
peperangan sakral dan yang lantas ia gunakan sebagai alat untuk
membentuk negara klan Saudi yang berserikat. Dan masyarakat pun
dipaksa untuk menyetujui ide politisnya yang dibalut dalil-dalil teks
agama yang ditafsirkan secara serampangan.

Muhammad bin Abdul Wahab menghukum orang-orang yang tidak sepaham dan
tidak menyetujui penafsirannya. Bahkan ia menganggap dan menvonis para
amir (pemimpin) -sebuah daerah yang ditunjuk oleh Daulah Usmani- yang
tidak menyetujui pola pikirnya sebagai pengkhianat.
Pemahaman-pemahaman semacamlah ini yang akhirnya dimanfaatkan oleh
keluarga Saud untuk menyusun sebuah doktrin baru, guna membentuk
kerajaan Saudi di dataran Arab. Semua doktrin Wahabisme tersebut
selalu dipakai untuk mendampingi dan menyokong keluarga kerajaan
Saudi. Akan tetapi, pada saat kemunculan kelompok-kelompok bersenjata
seperti al-Qaedah di dataran Arab Saudi yang juga memiliki background
Wahabisme maka pihak kerajaan pun akhirnya menganggapnya sebagai
sebuah bentuk pengkhianatan dan menyatakan bahwa kelompok tersebut
harus diperangi dan dibasmi.

Walaupun semenjak tahun 2005 setelah tampuk kepemimpinan di pegang
oleh raja Abdullah mass media Saudi Arabia telah membuka kebebasan
press lebih dibanding zaman sebelumnya, namun, walau begitu, hingga
kini masih ada dua hal yang tetap tergolong hal terlarang untuk di
kotak-katik:

Pertama: Legalitas mazhab resmi negara tersebut (Wahabisme).

Kedua: Tahta kerajaan yang bersifat keturunan (Dinasti).

Robert Leisi seorang sejarawan Inggris yang mengarang buku berjudul
"Kerajaan; Arab dan Istana Saud" mengatakan: "Tujuan keagamaan negara
Saudi selalu berada di atas satu pertanyaan". Ia menambahkan: "Perkara
ini merupakan pondasi semua keyakinan yang dimiliki oleh negara itu.
Selain dari perkara ini telah banyak disinggung oleh berbagai
peneliti. Mempertanyakan kembali pondasi legalitas keluarga Saud
berarti sama halnya dengan menyatakan bahwa nenek moyang mereka adalah
orang-orang ateis (tidak beragama)". Tentu dengan itu mereka akan
tersingung berat.

Tersebarnya dua bagian pertama makalahnya menyebabkan munculnya
berbagai kritikan tajam dan serangan yang dilancarkan oleh pihak-pihak
mass media Saudi Arabia.

Pada bulan Oktober, setelah pihak keluarga kerajaan Saudi mengumumkan
dibentuknya sebuah majlis permusyawaratan yang terdiri dari para
petinggi negara yang bertujuan untuk melegalisir pemerintahan keluarga
-yang didapat secara warisan- dengan cara proses pemilihan. System
warisan kekuasaan keluarga pun akhirnya mendapat kritik tajam. Masalah
ini selalu dipertanyakan semenjak zaman kekuasaan Abdul Aziz bin Saud
yang berhasil menundukkan penguasa-penguasa lokal (setempat) pada
tahun 1932 hingga sekarang dimana kekuasaan berada di tangan Abdullah
sebagai raja kelima yang menduduki kursi kerajaan.

Prof ad-Dakhil yang hingga kini masih tetap tinggal di rumahnya yang
berdekatan dengan universitas Malik Saud dan masih aktif mengajar di
Universitas tersebut mengatakan; dirinya telah membahas satu
permasalahan sensitif yang itu dianggapnya sebagai tugas dia sebagai
seorang dosen dan ilmuan yang dituntut untuk konsis terhadap segala
tugas kerjanya.

Setelah adanya pembredelan beberapa artikel yang sempat ditulis dalam
Koran "al-Hayat", beliau bekerjasama dengan sebuah Koran Emarat dan
web site yang dijalankan dari London. Walaupun beberapa topik dapat
diakses di "Saudi Debate" dan mass media Saudi pun telah tersebar,
namun hingga saat ini beberapa orang yang melalui batasan jalur merah
(larangan) tadi tidak dapat melakukan aktifitasnya di chanel-chanel
parabola Saudi Arabia yang terhitung sebagai media terbesar di
negara-negara Arab.

Pada tahun 2004 sebuah undang-undang telah disetujui dimana kritik
terhadap kebijakan dan praktik politik pemerintah Saudi yang
dilontarkan oleh pihak pegawai negari Arab Saudi seperti Prof
ad-Dakhil yang menjadi dosen pada universitas negeri dapat
dikategorikan sebagai suatu tindak kriminal. Atas dasar itu sang
profesor akhirnya mengirim artikel-artikelnya kepada "New York Times"
sehingga kumpulan artikel kritisi gerakan Wahabisme tersebut
disebarluaskan melalui mass media itu.

Jadi Ideologi Wahabisme yang mengaku hendak menyelamatkan wilayah yang
ada dari penyelewengan agama, prilaku syirik dan khurafat, namun
bedasarkan penelitian sang Profesor, semenjak berdirinya wahabisme
hingga kini tidak terjadi perubahan yang berarti terhadap akidah
masyarakat, dan pada saat awal kemunculannya tidak ada satupun berhala
yang diklaim akan dibasmi.

Profesor ad-Dakhil dalam karyanya yang berjudul "Mengenal Wahabisme"
-yang tahun ini hendak dicetak oleh Universitas Misigon- menyatakan
bahwa; tujuan utama Muhammad bin Abdul Wahab adalah membentuk negara
yang kuat sehingga mampu menghapus segala bentuk perbedaan kabilah.
Untuk mewujudkan hal tersebut ia melihat bahwa Muhammad bin Saud
-pendiri Arab Saudi- layak untuk dijadikan patner kerjanya.

Profesor ad-Dakhil melihat bahwa masjid merupakan salah satu poin
utama dalam usaha menampakkan kekuatan mereka. Pengumandangkan azan
dan pemaksaan segenap orang untuk melakukan shalat berjamaah merupakan
simbol dan bukti akan kepemilikan dan kekuasaan mereka atas
masyarakat. Muhammad bin Abdul Wahab menvonis penduduk desa-desa yang
menolak untuk bergabung dengan negara Saudi sebagai orang-orang murtad
(keluar dari Islam .red). Prof ad-Dakhil menambahkan bahwa mazhab
(Wahabisme) merupakan sarana praktis yaang relatif kuat, sehingga hal
tersebut dapat dijadikan tolok ukur untuk menilai seorang muslim
dinilai sebagai muslim yang baik dan taat adalah dengan melihat adakah
ia ukur mengikuti segala ajaran-ajaran mereka (Wahabisme) ataukah
tidak. Ini merupakan doktrin yang murni politis namun berkedok agamis,
kata Profesor ad-Dakhil.

NB: Ingin lihat artikel sang profesor? buka di;

http://www.saudidebate.com/index.php?option=com_mhauthor&task=show&auth=134&Itemid=113

Read more......
Read User's Comments(0)

Pemalsuan Kitab-kitab Ulama Oleh Tangan-tangan Salafy Wahabi

Mereka Memalsukan Kitab-Kitab Karya Ulama Klasik: Episode Kebohongan
Publik Sekte Salafi Wahabi

Salafy Wahabi Memalsu Kitab2 UlamaOleh: Syaikh Idahram

Penerbit: Pustaka Pesantren

Tebal: 308 Hal.

Harga: Rp. 50.000,-

Buku ini adalah buku ke-2 terkait trilogi data dan fakta penyimpangan
salafi wahabi. Sebelumnya adalah "Sejarah Berdarah Sekte Salafi
Wahabi" dan Buku ke-3 rencananya akan terbit dengan judul "Ulama
Sejagad Menggugat Salafi Wahabi".

Adagium yang mengatakan bahwa, buku adalah pengikat ilmu, tidak ada
yang mengingkarinya. Lebih dari itu, buku merupakan salah satu media
utama dalam mencari kebenaran. Telah berabad-abad lamanya, para ulama
terdahulu mewarisi ilmu mereka kepada generasi setelahnya melalui buku
yang mereka tulis. Buku menjadi sangat berharga dan penting. la
menjadi sandaran utama umat dalam mencari kebenaran dan petunjukTuhan.
Lalu, apa jadinya jika buku-buku para ulama yang mewarisi ilmu dan
petunjuk itu dikotori, diselewengkan, bahkan dipalsukan? Ke mana lagi
umat ini hendak mencari kebenaran?

Barangkali Anda terperanjat, kasus-kasus penyelewengan Salafi Wahabi
dalam hal amanah ilmiah ini sangat banyak dan beragam, sebagaimana
yang-insya'Allah-akan dikupas dalam buku ini, seperti: pemusnahan dan
pembakaran buku; sengaja meringkas, mentahkik, dan mentakhrij
kitab-kitab hadis yang jumlah halamannya besar untuk menyembunyi-kan
hadis-hadis yang tidak mereka sukai; menghilangkan hadis-hadis
tertentu yang tidak sesuai dengan faham mereka; memotong-motong dan
mencuplik pendapat ulama untuk kemudian diselewengkan maksud dan
tujuannya; mengarang-ngarang hadis dan pendapat ulama; memerintahkan
ulama mereka untuk menulis suatu buku, lalu mengatasnamakan buku itu
dengan nama orang lain; tindakan intimidasi dan provokasi; membeli
manuskrip; menyogok penerbit; sampai kepada pencurian buku-buku induk
dan manuskrip untuk dihilangkan sebagian isinya, atau dimusnahkan
semuanya.

Sering terjadinya kasus-kasus penyelewengan seperti ini dibenarkan
oleh ulama-ulama kawakan di Timur Tengah, semisal: Mufti Mesir, Syaikh
Prof. Dr. Ali Jum'ah; tokoh ulama Syria, al-Muhaddits asy-Syaikh
Abdullah al-Harari al-Habasyi; tokoh ulama Maroko, al-Muhaddits
as-Sayyid Ahmad al-Ghimari; tokoh ulama Syria, Prof. Dr. Muhammad
Sa'id Ramadhan al-Buthi; tokoh ulama tasawuf di Makah, al-Muhaddits
asy-Syaikh Muhammad ibnu Alawi al-Maliki, dan ulama-ulama lainnya.

Sekte Salafi Wahabi sangat menyadari bahwa buku merupakan salah satu
media paling efektif untuk 'mengarah-kan' umat kepada faham yang
mereka inginkan. Karenanya, tidak aneh jika mereka sangat concern
dalam ranah per-bukuan, penerbitan, dan penerjemahan. Beragam jenis
buku -baik buku kertas maupun e-book/digital- mereka cetak untuk
dibagikan secara gratis maupun dengan harga murah.

Barangkali juga terlintas dalam benak Pembaca suatu pertanyaan,
mengapa Salafi Wahabi melakukan tindakan-tindakan tidak terpuji itu?
Di antara jawabannya adalah, karena faham penyelewengan, pemalsuan,
perusakan, dan pe-lenyapan buku adalah doktrin ulama mereka, sebagai
bagian dari upaya memperjuangkan akidah Salafi Wahabi yang mereka
yakini paling benar. Anda mungkin tidak percaya, tapi inilah di antara
bukti yang menunjukan bahwa, sekte Salafi Wahabi mendoktrinkan para
pengikutnya untuk membakar dan melenyapkan buku-buku karya ulama
Islam.

Salah seorang tokoh ulama Salafi Wahabi Saudi, Abu Ubaidah Masyhur
ibnu Hasan Alu Salman menyatakan dalam salah satu bukunya, "Buku-buku
semacam ini banyak dimiliki orang dan mengandung akidah-akidah sesat,
seperti kitab: al-Fushush dan al-Futuhat karya Ibnu Arabi, al-Budd
karya Ibnu Sab'in, Khal'u an-Na'lain karya Ibnu Qusai, 'Ala al-Yaqin
karya Ibnu Bukhan, buku-buku sastra karya Ibnu Faridh, buku-buku karya
al-Afif at-Tilmisani, dan buku-buku sejenisnya. Begitu juga kitab
Syarh Ibnu Farghani terhadap kasidah dan syair Ibnu Faridh. Hukum
semua buku yang semacam ini adalah, dilenyapkan keberadaannya (idzhab
a'yaniha) kapan saja buku itu ditemukan, dengan cara dibakar, dicuci
dengan air…" (lihat buku Salafi Wahabi: Kutub Hadzdzara minha
al-Ulama, karangan Abu Ubaidah Masyhur ibnu Hasan Alu Salman, penerbit
Dar ash-Shami'i, Riyadh, Saudi Arabia, h. 9)

Murid setia Ibnu Taimiyah sekaligus guru Salafi Wahabi, Ibnu Qayyim
al-Jauziyah juga pernah menyatakan, "…Begitu juga, tidak perlu untuk
mengganti rugi dalam membakar kitab-kitab sesat dan melenyapkannya
(itlafuha)." (Lihat kitab: Zad al-Ma'ad karangan Ibnu Qayyim
al-Jauziyah, penerbit Muassasah ar-Risalah, vol. 3, Beirut, Lebanon,
h. 581).

Dalam bukunya yang lain, Ibnu Qayyim juga berwasiat untuk
menghancurkan dan melenyapkan buku-buku bid'ah, "Maksudnya adalah,
bahwa kitab-kitab yang mengandung kebohongan dan bid'ah ini wajib
untuk dihilangkan dan dilenyapkan. Perbuatan (melenyapkan) ini lebih
utama daripada melenyapkan alat-alat hiburan, musik, dan melenyapkan
perabot minuman keras. Sungguh bahaya kitab-kitab itu jauh lebih besar
dari bahaya-bahaya lain, dan tidak ada ganti-rugi dalam menghancurkan
dan melenyapkannya." (Ibnu Qayyim a-Jauziyah: ath-Thuruq al-Hukmiyah
fi as-Siyasah asy-Syar'iyah, penerbit Majma al-Fiqh al-Islami, Jeddah,
Saudi Arabia 1428 H., h. 325).

Begitu juga dengan Ibnu Taimiyah, soko guru Salafi Wahabi. Ia telah
mengeluarkan fatwa untuk membakar buku-buku yang dianggap bertentangan
dengan fahamnya. (Lihat akhir nomor 59 dari kitab al-Akhbar dan kitab
al-Jami' yang digabung dengan kitab Mushannaf Abd ar-Razaq 11/424, dan
kitab Mushannaf Ibnu Abu Syaibah 6/211-212, penerbit Dar al-Fikr, bab
Tahriq al-Kutub).

Jika kita berbaik sangka, barangkali wasiat dan fatwa Ibnu Taimiyah
serta muridnya tentang pembakaran dan pelenyapan buku itu dimaksudkan
untuk sesuatu yang baik. Yang menjadi rancu adalah, bid'ah dan sesat
yang mereka berdua maksud, tidak sama dengan bid'ah dan sesat yang
dimaksudkan oleh sekte Salafi Wahabi, wa bil khusus bid'ah dan sesat
versi pendiri Salafi Wahabi, Muhammad Ibnu Abdul Wahab. Scbagaimana
telah dikupas pada buku penulis yang ke-1, "Sejarah Berdarah Sekte
Salafi Wahabi; Mereka Membunuh Nemuanya Termasuk Para Ulama", Muhammad
Ibnu Abdul Wahab -begitu juga para pengikutnya- memang terkenal bengis
dan kejam terhadap umat Islam yang tidak sepaham dengannya.

https://ummatiummati.wordpress.com

Read more......
Read User's Comments(0)

MELURUSKAN PEMAHAMAN ISTIWA

By 'aLa Kulli Haal

Demi Allah ini bukan copas dari link manapun dan mari kita simak
penjelasan dibawah ini.

الرحمن على العرش استوى
Ayat ini menunjukkan beberapa faidah :

Allah mengkhabarkan dirinya istawa atas arsy

Jika khabar itu datangnya dari selain Allah dan Rasulnya, maka ada
kalanya benar, ada kalanya salah.

Adapun ayat diatas, nyata kebenaran nya, jadi namanya bukan khabar, tapi insya.

Insya terbagi 2, ada tholabi dan gairu tholabi.

Dalam ayat diatas tidak ada tholab, tapi kalau dteliti lebih dalam ada
beberapa tholab didalam nya?
Contohnya begini :
الرحمن على العرش استوى

1. Amar : Allah mengkhabarkan bahwa dirinya istawa atas arsy, karena
itu isi ayat ini wallahu a'lam: suruhan percaya bahwa Allah istawa
atas arsy.

2. Nahyun : Dalam zhahir ayat memang jelas istawa, dan kita harus
percaya itu, tapi kita di larang mempercayainya dengan takwil-takwil
yang tidak cocok dengan Allah apalagi sampai menjadi mujassimah,
musyabbihah.

3. Istifham : Jangan sampai tergambar dihati kita pertanyaan sepert
ini, apakah benar Allah itu istiwa ya?
Pokoknya jangan sampai ada keraguan dengan ayat alquran.

Dalam ayat diatas juga ada takdim ta'khir.

Ayat ini bnyak sekali diulang dalam AlQur'an, kebanyakannya
didahulukan kalimat istawa nya, seperti dalam surah alfurqan.
Kenapa dalam thoha ini di akhirkan istawanya? Alasan paling utama
adalah untuk menyamakan akhir ayat, ayat lain di Furqan.
ثم استوى على العرش الرحمن
Ayat di Thoha
الرحمن على العرش استوى

Contoh lain
Di ayat lain smuanya ddahulukan nama nabi Musa dari nabi Harun.
رب موسى وهارون
Adapun di Thoha
رب هارون وموسى
Dari sini dapat kita faham bahwa istawa itu diakhirkan untuk penyamaan
akhir ayat saja, dan ini sesuai dengan ilmu BADII' yaitu pembagusan
ibarat, lil fashilah.
Mungkin saja ada faidah lain pada takdim ta'khirnya, misalnya ayat ini
akan terulang-terulang dalam beberapa surah lain, nah mungkin si
pendengar ini ( orang-orang kafir ) mengingkari kekuasaan Allah dalam
membangkitkan smua manusia nanti di hari kiamat, lalu Allah katakan
kepada mereka dengan berulang-ulang, bahwa ia kuasa menciptakan langit
bumi dan arsy, artinya mudah banget untuk Allah mengembalikan semua
makhluQ nanti dihari kiamat.

Atau mungkin juga takdim ta'khir disini untuk mentakhsish.
Dan kenapa disini dibawa ibarat dengan arrahman yaitu sifat, bukan
Allah yaitu zat.
Artinya istawa Allah di ARSY itu bukan haqiqat, tapi majaz.
Menurutku disini adalah MAJAZ MURAKKAB.
الرحمن على العرش استوى
Ayat ini adalah khabariah, tapi karena datangnya dari Allah maka
menjadi insya'iyah, jadi disini maksudnya Allah bukan mengkhabarkan
bahwa Ia bersemayam di arsy, tapi Ia mau menampakkan kekuasaannya.
كما قال علي : إظهارا لقدرته لا مكانا لذاته

الرحمن على العرش استوى
Pada kaif dan kamm nya, ayat ini tidak bisa di nafikan dari beberapa
sisi qadhiyah dan natijah, tidak bisa setengah-setengah, harus secara
keseluruhan di imani, dan jangan ada keraguan, untuk supaya
keselamatan aja cukup dengan TAFWIDH.
Karena pada muqaddam dan taalinya hubungan nya sangat kuat.
Kalau tidak kita TAFWIDH maka akan bahaya, contohnya pada sebuah
muqaddam dan taalinya.
Allah bersemayam di arsy, setiap yang bersemayam dibatasi oleh tempat
dan ruang, setiap yang punya tempat dan ruang, maka itu baharu,
natijah nya Allah itu baharu.
Lalu pada dalalah iltizam nya, setiap yang baharu itu melazimi mati,
berhajat kepada sesuatu, berwarna-warna, dll... Yang tidak layak untuk
Allah.
Ini adalah takwil sesat yang dilakukan para wahabi, hehe...

Padahal dalalah yang cocok untuk Allah sudah diterangkan dalam AlQur'an
ليس كمثله شيء
Dalalah kandungan ayat ini melazimkan Allah tidak sama dengan makhluQ
dalam sifat, zat dan af'al.

Jadi intinya ayat
الرحمن على العرش استوى

Jika untuk kalangan yang rasikh dalam ilmu, cukup di tafwidh
saja,karena mereka ini sudah tahu faidah yang terkandung dalam khabar
ini, untuk mereka di namakan lazimul faidah.

Tapi jika menimbulkan tasyabbuh kepada orang awam, maka harus di
takwilkan dengan yang sesuai untuk Allah.
Karena ayat ini untuk orang awam masih belum sampai kepada muqtadhol
hal mereka untuk mendapatkan lazim faidah khabariah insya-iyahnya.

Wassalam dari santri tahfizh AlQur'an Darussalam Tanjung Rema
Martapura Kalimantan Selatan.

Read more......
Read User's Comments(0)

Wahabi Rayakan Ulang Tahunnya Kuffar

Surat Kabar harian "ar Ra'yul Am" menuliskan
WAHABI merayakan Kelahiran menteri Amerika (masa
pemerintahan Bush); Condoleezza Rice, mereka
menghadiahkan kue yg berukir "Selamat Ulang tahun
untuk Condoleezza Rice" (13/11/2005)
Sementara mereka mengatakan merayakan kelahiran
Nabi SAW adalah bidah, munkar, dan menyebabkan
SYIRIK (Lihat fatwa Utsaimin dalam Fatawa Aqidah hal
621)
Renungkanlah Nabi SAW bersabda:
لَايُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ
وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ
"Belum sempurna iman salah seorang diantara kalian, hingga aku lebih
dicintainya dari ayah ibunya, anaknya, dan seluruh manusia"
Read more......
Read User's Comments(0)

Anekdot( Kesesatan ) fatwa aqidah "ulama salafi" Allah Berlari-lari

Salafi mengatakan Allah disifati dengan Jogging / berlari lari
Dalam Fatawa al-Aqida Salafi 'Syaikh' Muhammad bin Salih b. Uthaimin,
halaman 112, mengatakan:

Kutipan

وأي مانع يمنع من أن نؤمن بأن الله تعالى يأتي هرولة
"Apa yang melarang kita untuk percaya bahwa Allah melakukan joging /
berlari [harwala]?"

Dan di bawah ini adalah kutipan dari Lajnatud-Da'imah`Ilmiyyah
lil-Buhuthul- wal Ifta / Komite Permanen Riset Ilmiah dan Fatwa
(Kerajaan Arab Saudi):

Kutipan
فتاوى اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء ج 3 ص 196:
(س: هل لله صفة الهرولة?
ج: نعم, على نحو ما جاء في الحديث القدسي الشريف على ما يليق به قال
تعالى: إذا تقرب إلي العبد شبرا تقربت إليه ذراعا وإذا تقرب إلي ذراعا
تقربت منه باعا وإذا أتاني ماشيا أتيته هرولة.رواه البخاري وسلم).


Terjemahan :

T: Apakah Jogging (Harwala) itu sifat Allah?
J: Ya, sebagaiman telah ditunjukkan dalam Al-Hadis Qudsi Shareef
.....:"... Dan jika hambaku datang kepada-Ku berjalan, aku
menghampirinya dgn berlari." Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim


ke Link Situs KSA

Sungguh lucu :

Ternyata penisbatan sifat lari kepada Allah di bantah pula oleh ulama
salafi Shalih b. Fawzan Al-Fawzan,utk lihat jawabaan Shalih b. Fawzan
klik : meniadakan apa yang di fatwakan oleh utsaemin dan lajnah
daimah KSA

kutipan :
الهرولة ليست بصفة لله) العلامة صالح بن فوزان الفوزان - حفظه الله) -
Barlari bukanlah sifat Allah menurut al alamah Shaleh bin fauzan
Alfauzan..................!!

Sunber :singkirkankepalsuan.blogspot.com

Read more......
Read User's Comments(0)

Ulama Nenek Moyang Indonesia Mengikuti Salafush Sholeh

Islam Masuk ke Indonesia Sejak Abad ke 1 H

Mereka mengatakan bahwa ibadah kaum muslim di negeri kita mengikuti
nenek moyang. Apakah prasangka mereka kita mengikuti kaum Hindu atau
Buddha ? Itu sama saja mereka terhasut pencintraan yang dilakukan
kolonialisme Belanda.

Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya "API SEJARAH" jilid 1 mengungkapkan.

Dengan sengaja, sejarawan Belanda pada masa pemerintah kolonial
Belanda membuat periodisasi sejarah Indonesia, memundurkan waktu
masuknya agama Islam berada jauh di belakang atau sesudah keruntuhan
kekuasaan politik Hindu atau Keradjaan Hindoe Majapahit.

Dengan berdasarkan periodisasi itu, menjadikan Islam baru dibicarakan
setelah Keradjaan Hindoe Majapahit runtuh pada 1478 M. Tidak
dijelaskan pula bahwa sejak abad ke 7 M agama Islam sudah mulai
didakwahkan ajarannya oleh para wirauswasta (pedagang) di Nusantara
Indonesia. Ditambahkan, runtuhnya Keradjaan Hindoe Madjapahit akibat
serangan dari Keradjaan Islam Demak yang dipimpin Panembahan Fatah.
Mengapa demkian ?

N.A. Baloch menjawab strategi pemerintah colonial Belanda, anti Islam
dan bermotivasi divide and rule atau pecah belah untuk dikuasai
melalui salah satunya penulisan sejarah. Oleh karena itu, dalam
penulisan sejarah Indonesia bertolak dari pandangan Hindoe Sentrisme
atau dari Neerlando Sentrisme. Lebih mengutamakan sejarah Hindu Buddha
atau sejarah Belanda di Indonesia. Islam yang dijadikan dasar gerakan
perlawanan terhadap penjajahan Protestan Belanda, dinegatifkan analis
sejarahnya.

Agama Islam telah masuk ke Nusantara jauh sebelum Radja Hindoe
melakukan konversi agama menjadi penganut Islam. Pada saat itu,
sekaligus terjadi pembentukan kekuasaan politik Islam atau kesultanan.
Istilah kerajaan berubah pula menjadi kesultanan. Tidak lagi disebut
raja melainkan sebagai sultan. Raja tersebut tidak kehilangan
kekuasaannya dan tetap diakui oleh mayoritas rakyatnya sebagai sultan
yang sah.

Peristiwa ini menurut J.C. van Leur terjadi karena political motive.
Motif politik atau motivasi kekuasaan yang diwujudkan dengan konversi
agama masuk ke Islam sebagai bukti atau pengakuan para raja saat itu
bahwa Islam telah menjadi arus bawah yang kuat dan berpengaruh besar
pada lapisan masyarakat bawah. Dampaknya membentuk pandangan para
penguasa saat itu untuk menyelamatkan diri dari bencana banjir
Imperialisme Barat kecuali dengan berpihak kepada agamanya rakyat,
yakni Islam.

Begitu pula pendapat W.J. Wertheim bahwa konversi agama memeluk agama
Islam yang dilakukan oleh kalangan boepati hingga Radja di Nusantara
Indonesia, karena pengaruh rasa tidak aman dari ancaman imperialisme
Katolik Portugis maupun imperialisme Protestan Belanda atau Inggris.

Hubungan niaga Timur Tengah, India dan Cina serta Nusantara Indonesia,
walaupun Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah wafat, 11H/632
M, namun hubungan niaga tetap berlangsung antara Khulafaur Rasyidin,
11-41 H / 632-661 M dengan negara-negara non muslim di luar Jazirah
Arabia termasuk dengan Nusantara Indonesia. Seperti yang disejarahkan
pada masa khalifah ketiga, Ustman bin Affan, 24-36 H/644-656 M
mengirim utusan niaga ke Cina. Kesempatan kunjungan utusan niaga ke
Cina, dimanfaatkan untuk mengadakan kontak dagang dengan wirausahawan
di Nusantara Indonesia. Keterangan sejarahnya terdapat dalam buku
Nukhbat ad-Dahr ditulis oleh Syaikh Syamsuddin Abu Ubaidillah Muhammad
bin Thalib ad Dimsyaqi yang terkenal dengan nama Syaikh Ar Rabwah,
menjelaskan bahwa wirausahawan Muslim memasuki ke kepulauan ini
(Indonesia) terjadi pada masa khalifah Utsman bin Affan, 24-36 H /
644-656 M.

Dari sumber lain, JC van Leur dalam Indonesian Trade and Society
dengan mendasarkan sumber berita Cina dari Dinasti Tang, 618-907 M
menyatakan bahwa pada 674M di pantai barat Sumater telah terdapat
settlement (hunian bangsa Arab Islam) yang menetap di sana.

Demikian pula berdasarkan keterangan Drs. Ibrahim Buchari, berdasarkan
angka tahun yang terdapat pada nisan seorang ulama, Syaikh Mukaiddin
di Baros, Tapanuli yang bertuliskan 48 Hijriah atau 670 Masehi, maka
dapat dipastikan Agama Islam masuk ke Nusantara Indonesia terjadi pada
abad ke 7 Masehi atau pada abad ke 1 Hijriyah.

Begitulah hasil pengkajian Ahmad Mansur Negara, jelaslah bahwa ulama
terdahulu kita bukanlah kaum hindu atau budha.

Begitupula kajian Tim Kajian Kesultanan Majapahit dari Lembaga Hikmah
dan Kebijakan Publik (LHKP) Pengurus Daerah Muhammadiyah Yogyakarta
untuk melakukan kajian ulang terhadap sejarah Majapahit. Setelah
sekian lama berkutat dengan beragam fakta-data arkeologis, sosiologis
dan antropolis, maka Tim kemudian menerbitkannya dalam sebuah buku
awal berjudul Kesultanan Majapahit, Fakta Sejarah Yang Tersembunyi'.

Buku ini hingga saat ini masih diterbitkan terbatas, terutama
menyongsong Muktamar Satu Abad Muhammadiyah di Yogyakarta beberapa
waktu yang lalu. Sejarah Majapahit yang dikenal selama ini di kalangan
masyarakat adalah sejarah yang disesuaikan untuk kepentingan penjajah
(Belanda) yang ingin terus bercokol di kepulauan Nusantara.

Dalam konteks Majapahit, Belanda berkepentingan untuk menguasai
Nusantara yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Untuk itu,
diciptakanlah pemahaman bahwa Majapahit yang menjadi kebanggaan
masyarakat Indonesia adalah kerajaan Hindu dan Islam masuk ke
Nusantara belakangan dengan mendobrak tatanan yang sudah berkembang
dan ada dalam masyarakat.

Apa yang diungkapkan oleh buku ini tentu memiliki bukti berupa fakta
dan data yang selama ini tersembunyi atau sengaja disembunyikan.
Beberapa fakta dan data yang menguatkan keyakinan bahwa kerajaan
Majpahit sesungguhnya adalah kerajaan Islam. Cuplikan info silahkan
baca tulisan pada
http://misteri-us.blogspot.com/2010/11/kesultanan-majapahit-fakta-sejarah-yang.html

Semakin jelaslah bahwa ulama terdahulu kita bukanlah kaum hindu atau buddha.

Syaikh Nawawi Al Bantani
Kita, orang tua kita, kakek, buyut kita menjadi muslim merupakan
peran salah satunya adalah para Wali Songo yang merupakan Wali Allah
generasi kesembilan. Begitupula peran ulama-ulama terdahulu kita
antara lain, Syekh Muhammad bin Umar Nawawi Al-Bantani Al-Jawi, adalah
ulama Indonesia bertaraf internasional, lahir di Kampung Pesisir, Desa
Tanara, Kecamatan Tanara, Serang, Banten, 1815.

Sejak umur 15 tahun pergi ke Makkah dan tinggal di sana tepatnya
daerah Syi'ab Ali, hingga wafatnya 1897, dan dimakamkan di Ma'la.
Ketenaran beliau di Makkah membuatnya di juluki Sayyidul Ulama Hijaz
(Pemimpin Ulama Hijaz). Daerah Hijaz adalah daerah yang sejak 1925
dinamai Saudi Arabia (setelah dikudeta oleh Keluarga Saud).

Diantara ulama Indonesia yang sempat belajar ke Beliau adalah
Syaikhona Khalil Bangkalan dan Hadratusy Syekh KH Hasyim Asy'ari.
Kitab-kitab karangan beliau banyak yang diterbitkan di Mesir,
seringkali beliau hanya mengirimkan manuscriptnya dan setelah itu
tidak mempedulikan lagi bagaimana penerbit menyebarluaskan hasil
karyanya, termasuk hak cipta dan royaltinya. Selanjutnya kitab-kitab
beliau itu menjadi bagian dari kurikulum pendidikan agama di seluruh
pesantren di Indonesia, bahkan Malaysia, Filipina, Thailand, dan juga
negara-negara di Timur Tengah. Begitu produktifnya beliau dalam
menyusun kitab (semuanya dalam bahasa Arab) hingga orang menjulukinya
sebagai Imam Nawawi kedua. Imam Nawawi pertama adalah yang membuat
Syarah Shahih Muslim, Majmu' Syarhul Muhadzdzab, Riyadlush Shalihin,
dll. Namun demikian panggilan beliau adalah Syekh Nawawi bukan Imam
Nawawi.

Nihayatuz Zain
Jumlah kitab beliau yang terkenal dan banyak dipelajari ada sekitar 22
kitab. Beliau pernah membuat tafsir Al-Qur'an berjudul Mirah Labid
yang berhasil membahas dengan rinci setiap ayat suci Al-Qur'an. Buku
beliau tentang etika berumah tangga, berjudul Uqudul Lijain
(diterjemahkan ke Bahasa Indonesia) telah menjadi bacaan wajib para
mempelai yang akan segera menikah. Kitab Nihayatuz Zain sangat tuntas
membahas berbagai masalah fiqih (syariat Islam). Sebuah kitab kecil
tentang syariat Islam yang berjudul Sullam (Habib Abdullah bin Husein
bin Tahir Ba'alawi), diberinya Syarah (penjelasan rinci) dengan judul
baru Mirqatus Su'udit Tashdiq. Salah satu karya beliau dalam hal kitab
hadits adalah Tanqihul Qoul, syarah Kitab Lubabul Hadith (Imam
Suyuthi). Kitab Hadits lain yang sangat terkenal adalah Nashaihul
Ibad, yang beberapa tahun yang lalu dibahas secara bergantian oleh
Alm. KH Mudzakkir Ma'ruf dan KH Masrikhan (dari Masjid Jami Mojokerto)
dan disiarkan berbagai radio swasta di Jawa Timur. Kitab itu adalah
syarah dari kitabnya Syekh Ibnu Hajar Al-Asqalani.

Contoh ulama nenek moyang kita lainnya yang menolak paham kelompok
Wahabi yang berlandaskan pemahaman Syaikh Ibnu Taimiyah adalah Syeikh
Ahmad Khatib Al-Minangkabawi

Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi adalah ulama besar Indonesia yang
pernah menjadi imam, khatib dan guru besar di Masjidil Haram,
sekaligus Mufti Mazhab Syafi'i pada akhir abad ke-19 dan awal abad
ke-20. Dia memiliki peranan penting di Makkah al Mukarramah dan di
sana menjadi guru para ulama Indonesia.

Nama lengkapnya adalah Ahmad Khatib bin Abdul Latif al-Minangkabawi,
lahir di Koto Gadang, IV Koto, Agam, Sumatera Barat, pada hari Senin 6
Dzulhijjah 1276 H (1860 Masehi) dan wafat di Makkah hari Senin 8
Jumadil Awal 1334 H (1916 M)

Awal berada di Makkah, ia berguru dengan beberapa ulama terkemuka di
sana seperti Sayyid Bakri Syatha, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, dan
Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makkiy.

Banyak sekali murid Syeikh Khatib yang diajarkan fiqih Syafi'i. Kelak
di kemudian hari mereka menjadi ulama-ulama besar di Indonesia,
seperti
Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul) ayahanda dari Buya Hamka;
Syeikh Muhammad Jamil Jambek, Bukittinggi;
Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli, Candung, Bukittinggi,
Syeikh Muhammad Jamil Jaho Padang Panjang,
Syeikh Abbas Qadhi Ladang Lawas Bukittinggi,
Syeikh Abbas Abdullah Padang Japang Suliki,
Syeikh Khatib Ali Padang,
Syeikh Ibrahim Musa Parabek,
Syeikh Mustafa Husein, Purba Baru, Mandailing, dan
Syeikh Hasan Maksum, Medan.

Tak ketinggalan pula K.H. Hasyim Asy'ari dan K.H. Ahmad Dahlan, dua
ulama yang masing-masing mendirikan organisasi Islam terbesar di
Indonesia, Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, merupakan murid dari
Syeikh Ahmad Khatib.

Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi
Syeikh Ahmad Khatib adalah tiang tengah dari mazhab Syafi'i dalam
dunia Islam pada permulaan abad ke XIV. Ia juga dikenal sebagai ulama
yang sangat peduli terhadap pencerdasan umat. Imam Masjidil Haram ini
adalah ilmuan yang menguasai ilmu fiqih, sejarah, aljabar, ilmu falak,
ilmu hitung, dan ilmu ukur (geometri).

Syeikh Ahmad Khatib al-Minankabawi menyanggah beberapa pendapat Barat
tentang kedudukan bumi, bulan dan matahari, serta peredaran
planet-planet lainnya yang beliau anggap bertentangan dengan pemikiran
sains ulama-ulama Islam yang arif dalam bidang itu.

Dalam perkembangannya, pendirian ormas Nahdatul Ulama (NU) pada
hakikatnya sebagai bentuk protes terhdapap ulama di Jazirah Arab
karena pemahaman agama mereka mulai ada ketidak sesuaian dengan ajaran
agama Islam yang aslinya. Ulama-ulama NU berupaya berpegang teguh
kepada keaslian, kemurnian ajaran Islam sehingga mereka dikenal
sebagai ulama tradisional namun pada hakikatnya adalah ulama klasik
sebagaimana keaslian ajaran agama Islam.

Namun tidak kita pungkiri perlu adanya upaya penjernihan (tashfiyah),
pembersihan (tanqiyah) dari pengaruh-pengaruh diluar Islam seperti
paham Sekulerisme, Pluralisme, Liberalisme yang menuhankan kebebasan
dan paham Hedonisme yang menuhankan kesenangan. Hal ini sedikit kami
uraikan dalam tulisan pada
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/04/13/2011/03/03/nu-bercerminlah/

Jadi kesimpulannya mereka yang mengaku-aku mengikuti pemahaman
Salafush Sholeh pada kenyataannya mungkin saja hanya mengikuti ulama
Muhammad bin Abdul Wahhab atau ulama Ibnu Taimiyah. Sedangkan kita
yang dituduh mengikuti nenek moyang pada kenyataannya mengikuti
Khulafaur Rasyidin lebih awal.

Untuk itulah kita harus bersyukur atas peran para ulama terdahulu
kita. Tidaklah mungkin nusantara yang luas ini mayoritas penduduknya
menjadi muslim terjadi dalam waktu sekejap.

Wassalam


Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830

Syeikh 'Abdullah al-Siddiq al-Ghumari,
Syeikh Yasin al-Fadani,
Syeikh 'Abdul Fattah Abu Ghuddah,
Syeikh Ibrahim al-Ahsa'ie,
Syeikh Hasan Masysyat,
Syeikh Isma'il 'Uthman al-Zain..
رحمهم الله تعالى

Read more......
Read User's Comments(0)